Hijaudaun.net – Orangutan di Pulau Sumatera dan Borneo saat ini diperkirakan berjumlah 71.820. Berdasarkan hasil Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) Orangutan 2016, jumlah itu ada di habitat seluas 17.460.000 hektare.
Pada 22 Agustus 2017, detik.com merilis populasi Orangutan tersebar ke dalam 52 meta populasi (kelompok terpisah atau kantong populasi). Sementara itu, 38 persen di antaranya diprediksi akan lestari (viable) dalam 100-150 tahun ke depan.
Dibandingkan dengan kajian PHVA 2004, populasi dan distribusi Orangutan Sumatera (Pongo abelii) semakin berkembang. Prediksi semula tercatat 6.667 individu, yang tersebar di habitat seluas 703.100 hektare, dengan batasan ketinggian di bawah 800 mdpl, saat ini populasinya diperkirakan 14.470 individu di habitat seluas 2.155.692 hektare.
Orangutan Sumatera juga dapat ditemukan di habitat dengan ketinggian 1.500 mdpl serta tersebar di 10 meta populasi, dan hanya dua populasi yang diprediksi akan lestari selama 100-500 tahun ke depan. Habitat tersebut adalah lokasi pelepasliaran di Jantho Aceh Tenggara dan Bukit Tigapuluh di Jambi.
Data terbaru populasi dan habitat Orangutan ini berdasarkan analisis kelangsungan hidup populasi dan habitat PHVA. Analisis ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
KLHK bekerja sama dengan Forum Orangutan Indonesia (Forina) serta Forum Orangutan Regional dan para aktivis konservasi Orangutan.
Sebanyak 57.350 individu orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) diperkirakan hidup di habitat seluas 16.013.600 hektare, yang tersebar di 42 kantong populasi. Dalam waktu 100-500 tahun ke depan, terdapat 18 populasi yang diprediksi akan lestari.
Kondisi ini memperbarui fakta 10 tahun lalu, yang menyebutkan prediksi populasi sebesar 54.817 individu di habitat seluas 8.195.000 hektare. Jika membandingkan kepadatan populasi, terjadi kecenderungan penurunan dari 0.45-0.76 individu per kilometer persegi menjadi 0.13-0.47 individu/km2.
Disamping itu, WWF menuliskan dalam website resminya bahwa semua sub-spesies Orangutan Borneo adalah spesies langka dan sepenuhnya dilindungi oleh perundang-undangan Indonesia. Spesies ini diklasifikasikan oleh CITES ke dalam kategori Appendix I (species yang dilarang untuk perdagangan komersial internasional karena sangat rentan terhadap kepunahan).
Beberapa ancaman utama yang dihadapi oleh orangutan Borneo adalah kehilangan habitat, pembalakan liar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan orangutan untuk menjadi satwa peliharaan. Dalam satu dekade terakhir, di tiap tahunnya, paling tidak terdapat 1,2 juta ha kawasan hutan di Indonesia telah digunakan untuk aktivitas-aktivitas penebangan berskala besar, pembalakan liar, serta konversi hutan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman.
Kebakaran hutan yang disebabkan oleh fenomena iklim seperti badai El Nino dan musim kering yang berkepanjangan juga mengakibatkan berkurangnya populasi Orangutan. Selama 20 tahun terakhir, habitat Orangutan Borneo berkurang paling tidak sekitar 55 %. WWF bekerjasama dengan berbagai pihak seperti pemerintah Indonesia, organisasi dan masyarakat lokal, untuk menyelamatkan dan mengurangi kerusakan habitat Orangutan.
WWF juga telah menjalankan beberapa program konservasi Orangutan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Barat, kerja konservasi WWF difokuskan untuk P.p. pygmaeus di Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum, serta koridor satwa yang ada di antaranya.
Kedua taman nasional itu berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu. Sementara itu, kawasan-kawasan konsensi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat ditargetkan untuk perlindungan sub-spesies P.p. wurmbii. Di Kalimantan Tengah, kerja WWF untuk konservasi Orangutan difokuskan pada Orangutan yang berhabitat di Taman Nasional Sebangau.
Travel.Kompas.com pada 26 April 2013 merilis tulisan bahwa salah satu tempat menarik di Tanjung Puting adalah Kamp Leakey, tempat pelestarian Orangutan. Memang sebelum menuju ke Kamp Leakey ini ada terdapat kamp-kamp lain seperti Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, Camp Pondok Ambung, dan yang terakhir adalah Kamp Leakey.
Kamp Leakey merupakan yang terbesar dan dibangun pada tahun 1971. tempat ini merupakan lokasi berlindung Orangutan yang diselamatkan dari perburuan liar. Saat ini kamp ini dikenal sebagai pusat penelitian Orangutan.
Kita dapat mempelajari Orangutan di pusat informasi Kamp Leakey. Memberi makan Orangutan tidak diperbolehkan di Kamp Leakey dan kamp-kamp lain. Kamp ini akan selalu dijaga dan tetap penting karena Orangutan merupakan spesies yang terancam punah, terancam oleh dampak deforestasi dan perdagangan ilegal hewan peliharaan.
Selain itu Pondok Tangui juga merupakan pusat rehabilitasi untuk Orangutan yang pernah ditangkap. Di kedua pusat pelestarian ini, kamu akan mendapatkan kesempatan untuk melihat dari dekat primata menakjubkan ini dan belajar lebih banyak tentang bagaimana kita dapat melindungi spesies yang terancam punah dari pulau Kalimantan.
Yuk kita bareng-bareng lindungi Orangutan dari kepunahan.